Cyber Extension : Transformasi Baru Sektor Penyuluhan di Era Digital
Sumber foto :
tabloid sinartani.com
Alya
Febri Anisa
18/424300/PN/15340
Dewasa
ini, perkembangan teknologi informasi semakin pesat sehingga muncul paradigma
baru bahwa penyuluhan tidak lagi dilakukan di lapangan dan mengharuskan
penyuluh dan petani bertatap muka. Melalui ruang virtual, penyuluh dapat memberikan
layanan real time, cepat, dan akurat
kepada petani. Sistem penyuluhan yang berbasis internet memungkinkan petani
bertukar informasi dan permasalahan dengan petani lain yang berada di luar
wilayahnya. Hal ini menyebabkan lahir sebuah konsep penyuluhan di dunia virtual yang berusaha
menghubungkan petani dengan penyuluh secara real time. Konsep tersebut
bernama cyber extension.
Cyber
extension merupakan salah satu
saluran komunikasi yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi dengan
beragam sistem komunikasi. Cyber extension memberikan
kemudahan bagi petani dan penyuluh dalam mengakses informasi mengingat
informasi pertanian menjadi salah satu faktor kunci dalam pencapaian
keberhasilan program pembangunan pertanian. Cyber
extension hadir dengan harapan dapat memutus batasan waktu, ruang, dan
jarak. Kehadiran cyber extension mendukung
fungsi dan peran penyuluh dalam menyediakan dan mempercepat arus penyebaran
informasi dengan memanfaatkan jaringan internet untuk menjembatani pelaku utama
pertanian (petani) dengan lembaga penelitian dan pelaku usaha.
Media-media
seperti website, media sosial, aplikasi digital pertanian yang notabene
merupakan produk dari tekonologi informasi menjadikan penyuluhan pertanian kini
telah sampai di era virtual. Penyuluh dan petani telah terkoneksi dalam sebuah
ruang maya yang tidak mengenal batasan tempat dan waktu sehingga kegiatan
penyuluhan juga bisa lebih efektif dan efisien. Di penyuluhan pertanian era
sekarang, petani tak lagi berposisi sebagai subjek penyuluhan, namun sudah
bergeser menjadi objek. Petani bisa dengan bebas untuk menyuarakan pendapatnya
dan memberikan masukan kepada penyuluh. Bahkan petani tidak hanya terhubung
dengan penyuluh di daerahnya namun juga bisa berinteraksi dengan penyuluh dan
petani yang ada di wilayah lain. Geografis wilayah tak lagi menjadi masalah,
bahkan petani juga bisa berinteraksi kapanpun dia membutuhkan informasi.
Selain
perubahan ke arah postif, pengaruh negatif juga ditemui ketika teknologi
informasi telah menginvasi kegiatan penyuluhan pertanian. Dengan adanya
teknologi informasi, petani mulai terbiasa untuk mencari informasi sendiri
sehingga interaksi antara petani dengan penyuluh maupun petani dengan petani
mulai berkurang. Selain itu, hilangnya kegiatan-kegiatan musyawarah guna
mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh petani. Interaksi yang
terjadi di dunia nyata sudah mulai tergantikan oleh interaksi di dunia maya.
Kurangnya intensitas pertemuan antara petani dan penyuluh juga menyebabkan
hilangnya sense of belonging dari
diri petani terhadap kegiatan penyuluhan.
Cyber extension telah
memberikan “warna” baru bagi sistem penyuluhan pertanian di Indonesia. Namun,
penerapan cyber extension tetap harus
memperhatikan pertimbangan dan perimbangan yang tepat terutama dalam
menghadirkan jaringan internet yang positif bagi petani. Selain itu, penyuluh
juga harus memiliki kompetensi di bidang penyuluhan, memahami seluk beluk
penyuluhan, dan menguasai semua aspek penyuluhan termasuk bagaimana
memanfaatkan media penyuluhan online ini untuk mengoptimalkan pelayanan
penyuluhan kepada petani. Dengan cyber extension,
sistem penyuluhan baru di era digital dapat meningkatkan kesejahteraan petani
dan kemuajuan di bidang pertanian.
Referensi
:
Prayoga, K. 2018. Dampak penetrasi teknologi informasi dalam
transformasi sistem penyuluhan pertanian di Indonesia. Journal of Social and
Agricultural Economics 11(1) : 46-59.
Komentar
Posting Komentar