Penyuluh Pertanian dan Peningkatan Produktivitas Padi di Kabupaten Pontianak
Agnes Audri Gading
18/424401/PN/15441
18/424401/PN/15441
Negara
Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya
bermatapencaharian petani dan memiliki potensi sumber daya alam yang sangat kaya sehingga pemerintah
senantiasa melakukan pembangunan-pembangunan di bidang pertanian untuk kemajuan
pertanian dan petani di Indonesia. Kalimantan Barat merupakan salah satu Provinsi yang memiliki
potensi pertanian dan perkebunan yang cukup tinggi. Sektor pertanian yang ada
di Kalimantan Barat terdiri dari beberapa sub sektor yaitu sub sektor tanaman
pangan, hortikultura, peternakan, kehutanan, perikanan dan perkebunan dalam hal
ini yang termasuk sub sektor tanaman pangan adalah tanaman padi.
Beras
merupakan komoditas yang sangat penting karena merupakan bahan pangan pokok
bagi penduduk Indonesia, usahatani padi merupakan penyedia lapangan pekerjaan
dan sebagai sumber pendapatan serta menjadi tolak ukur ketersediaan pangan bagi
Bangsa Indonesia. Oleh karena itulah pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan
untuk meningkatkan produksi padi. Diantaranya melalui program Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN) yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia mampu
berswasembada beras. Melalui program ini, produksi padi meningkat pada tahun
2010. Produksi padi tersebut sebagian besar disumbang dari Kabupaten Pontianak.
Kabupaten Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat yang menitikberatkan sektor
pembangunan pertanian, khususnya tanaman padi. Dilihat dari kemampuan produksi
padi sebesar 34,63 kwt maka Kabupaten Pontianak menduduki urutan pertama.
Peningkatan
produktivitas padi di Kabupaten Pontianak ini tidak lepas dari peran penyuluh
pertanian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sundari et al. (2015),
peran penyuluh pertanian sebagai
Penasehat, Teknisi, Penghubung, dan Organisator di Kabupaten Pontianak sangatlah penting dengan nilai pengaruh yang
diuji melalui uji reliabilitas sedang-sangat kuat. Penyuluhan pertanian telah
memainkan peranan penting dalam peningkatan produksi pertanian di Indonesia dan
berperan penting dalam pembangunan pertanian yang merupakan bagian dari
pembangunan nasional serta merupakan proses transformasi dari pertanian
tradisional menjadi pertanian tangguh yang mampu memanfaatkan sumber daya
secara optimal, mampu melakukan penyesuaian diri dalam pola dan struktur
produksinya terhadap perubahan sikap, perilaku, pengetahuan dan keterampilan
petani dan keluarganya sebagai hasil dari proses belajar mengajar
Penyuluh pertanian merupakan agen perubahan
yang langsung berhubungan dengan petani. Fungsi utamanya yaitu mengubah
perilaku petani dengan pendidikan non formal sehingga petani mempunyai
kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan. Penyuluh dapat mempengaruhi
sasaran dalam perannya sebagai motivator, edukator, dinamisator, organisator,
komunikator, maupun sebagai penasehat petani. Dalam proses penyuluhan pertanian
diharapkan terjadi penerimaan sesuatu yang baru oleh petani yang disebut
adopsi. Petani diharapkan mampu menerapkan dan melaksanakan “adopsi” yang
disuluhkan oleh penyuluh pertanian. Apabila penyuluh mampu menyampaikan inovasi
dengan baik dan petani dapat menerapkan inovasi tersebut, maka akan terjadi peningkatan
produktivitas padi.
Peran
penyuluhan pertanian harus berada dalam posisi yang strategis dimana dalam
penyelenggaraannya terkoordinir dengan baik dan bisa berjalan efektif dan
efisien. Petani padi perlu mendapatkan inspirasi yang terbaru agar tumbuh
motivasi dan gairah usaha dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi dalam
upaya peningkatan produksi padi. Inspirasi dan motivasi tersebut salah satunya
diperoleh melalui peran penyuluh pertanian. Maka dari itu, penyuluh harus mampu
menjadi agen perubahan yang baik dan efektif sehingga produktivitas hasil dapat
ditingkatkan dan pembangunan pertanian yang merupakan bagian dari pembangunan
nasional dapat tercapai dengan baik.
Sumber :
Sundari, A.H.A. Yusra dan
Nurliza. 2015. Peran penyuluh pertanian terhadap peningkatan produksi usahatani
di Kabupaten Pontianak. Jurnal Socail Economic of Agriculture 4 : 26-31.
Komentar
Posting Komentar